Pada hari ini tanggal 30 September 2016, hari dimana bertepatan dengan peristiwa Gerakan
30 September PKI atau dikenang dengan G30S/PKI. Saya akan memosting konten
tentang G30S/PKI. Sejarah mencatat jika gerakan G30S/PKI merupakan salah satu catatan yang sangat kelam bagi Indonesia di
masa lalu setelah era kemerdekaan belum lama di rebut dari tangan penjajah.
Gerakan ini di parkasai oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mencoba mengkudeta (merebut kekuasaan) kedaulatan
bangsa Indonesia yang saat itu di bawah kendali Presiden Soekarno. Setelah sebelumnya melakukan berbagai
tindakan anarkis di berbagi daerah dengan menebar teror dan menciptkan suasana
mencekam yang tidak kondusif yang di warnai dengan aksi pembunuhan masal dan
penculikan tokoh tokoh masyarakat yang mencoba menghambat upaya hitam PKI untuk
melakukan kudeta pemerintahan.
Akhirnya aksi puncak yang
nampaknya telah di susun secara matang dan rinci untuk melakukan propaganda dan upaya kudeta pemerintahan di jalankan. Pada tanggal 30 September
1965. Yang saat itu dipimpin oleh komando
Dipa Nusantara Aidit atau sering dikenal dengan nama DN. Aidit dengan di bantu
Komandan Batalyon I Cakrabirawa yang di pimpin Letnan Kolonel Untung
Syamsuri dengan melakukan aksi penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah
jenderal-jenderal yang di
nilai memiliki kedudukan militer cukup tinggi. Dan gerakan ini akhirnya lebih
di kenal dengan sebutan G30S/PKI.
Dibawah ini adalah beberapa nama jenderal dan
kerabatnya yang menjadi korban aksi keji dan biadap dari
kebutralan aksi G30S/PKI di
antaranya sebagai berikut :
1.
Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani (Meninggal Dunia di
rumahnya, Jakarta Pusat. Rumahnya sekarang menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad
Yani)
2.
Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono
3.
Mayor Jendral Raden Soeprapto
4.
Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan
5.
Mayor Jendral Siswondo Parman
6.
Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal
dunia di rumahnya)
7.
Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo
8.
Kolonel Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di
Yogyakarta)
9.
Letnan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI
di Yogyakarta)
10. Ade
Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution, meninggal di kejadian ini)
11. Kapten
Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris
Nasution)
Para jenderal tersebut diculik dalam keadaan hidup dan sudah tewas lebih dulu. Di mana kemudian di
lakukan penyiksaaan secara keji hingga meninggal dunia. Sungguh ironis , jasad
para jenderal tersebut kemudian kuburkan menjadi satu di dalam sebuah lubang sumur
yang di kenal lubang buaya. Beruntung
pemerintah segera melakukan tindakan cepat untuk menghentikan dan menumpas aksi
Partai berlambang palu arit tersebut dengan saat itu di bawah komando Letkol Soeharto. Tepat pada pukul 21.00 WIB pada 1 Oktober 1965
pemerintah lewat Letkol
Soeharto mengumumkan PKI di Indonesia berhasil di tumpas. Dan akhirnya sejarah
tanggal 1 Oktober di kenang sebagai Hari Kesaktian Pancasila , dan untuk
mengenang 7 jenderal yang menjadi korban keganasan PKI pemerintah membangun
Monumen Pancasila Sakti.
Pemberontakan G30S/PKI
melahirkan krisis politik hebat di Indonesia. Massa dari KAMI (Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi
demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu
isinya meminta agar PKI dibubarkan. Namun,
Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena menilai bahwa tindakan tersebut
bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme). Sikap Soekarno yang menolak membubarkan
PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik. Lima bulan kemudian,
dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang ditandatangani
oleh Soekarno dimana isinya merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan
keselamatan pribadi presiden.
"TRIK SULAP MENGHILANGKAN ROKOK"
Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang. MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat bisa menjadi presiden apabila presiden sebelumnya berhalangan. 22 Juni 1966, Soekarno membacakan pidato pertanggungjawabannya mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S. Pidato pertanggungjawaban ini ditolak oleh MPRS hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka. Dan sampai saat ini keberadaan naskah asli Super Semar tidak ditemukan, Hal ini mengundang banyak tanda tanya karena didalam naskah asli super semar tersebut sesungguhnya perintah presiden soekarno yang sebenarnya.
No comments:
Post a Comment