Featured post

Perkembangan Organisasi Budi Utomo

Perkembangan Organisasi Budi Utomo Berikut simak juga ulasan tentang sejarah berdirinya organisasi Budi Utomo. Organisasi Budi Utomo (...

Monday, 26 September 2016

BPUPKI

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
Berikut beberapa ulasan dari sebuah badan khusus pembentukan dari Jepang yaitu BPUPKI atau kepanjangan dari "Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" atau dalam baha Jepang disebut dengan "Dokuritsu Junbii Chōsakai" adalah sebuah badan khusus penyelidik yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan tentara jepang pada tanggal 1 Maret 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun caesar hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa kita yaitu bangsa indonesia yang tercinta ini dengan menjanjikan bahwa negara jepang akan membantu proses kemerdekaan bangsa indonesia. BPUPKI sendiri beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh beberapa tokoh di indonesia dan orang jepang yaitu Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.


hello guys..
this is destination on vacation.
look at that >> Pesona Indonesia


Di luar anggota BPUPKI sendiri, juga dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakilnya Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri itu adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan dan mewujudkan negara Indonesia merdeka. Tanggal 7 Agustus 1945, Negara Jepang membubarkan BPUPKI, dan kemudian membentuk yang namanya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang itu sendiri bernama Dokuritsu Junbi Inkai, dengan beranggotakan 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda yang terdiri dari 12 orang asal Jawa, 3 asal Sumatera, 2 asal Sulawesi, 1 asal Kalimantan, 1 asal Sunda Kecil Nusa Tenggara,1 asal Maluku, dan 1 orang asal etnis Tionghoa. BPUPKI ini resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945 yang bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua ditunjuk sebagai ketua BPUPKI dengan didampingi oleh (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). 
Pada waktu kekalahan Jepang dalam perang Pasifik oleh sekutu ini nampaknya semakin jelas saat itu , karena para tokoh jepang seperti Perdana Menteri (PM) Jepang dan Jenderal Kuniaki Koiso pada tanggal 7 September 1944 mulai mengumumkan kepada indonesia bahwa Indonesia nantinya akan dimerdekakan oleh jepang. setelah kemenangan akhir perang Asia Timur Raya. Dengan cara seperti ini, Jepang berharap Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka atau dengan tujuan mengadu domba, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di  pulau Jawa yaitu Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan negara Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau didalam bahasa Jepang itu sendiri bernama Dokuritsu Junbi Cosakai.
Selain menjadi wakil ketua, selain itu Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI ( sekretariat) dan dibantu oleh Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPKI itu sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari 62 orang anggota aktif yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, dan 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara dan dikatakan keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat.

Sidang BPUPKI pertama
Tanggal 28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan upacara pelantikan sekaligus seremonial pembukaan. Lama persidangan BPUPKI pertama kalinya di adakan di gedung Chuo Sangi In, yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (dari bahasa Belanda), Volksraad ini sendiri seperti lembaga "Dewan Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa kolonial Belanda), sampai saat ini gedung tersebut dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang berlokasi di Jalan Pejambon 6 Jakarta. Tetapi persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai lagi pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 29 Mei 1945, berlangsung sampai tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" dan merumuskan dasar negara Indonesia. Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI saja.
Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan negara mengenai bentuk negara Indonesia, yakni berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia" ("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, karena  Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
1.      Sidang 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
2.      Sidang 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
3.      1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dinamakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut dia bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara Republik Indonesia.
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu.
 Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
1.      Ir. Soekarno (ketua)
2.      Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3.      Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4.      Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5.      Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6.      Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7.      Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8.      Haji Agus Salim (anggota)
9.      Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Setelah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu.
Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.      Persatuan Indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara dua masa persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

TRIK SULAP ROKOK 

Sidang resmi kedua
Masa persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).
Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
1.      Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
2.      Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3.      Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
4.      Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5.      Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6.      Haji Agus Salim (anggota)
7.      Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
1.      Pernyataan tentang Indonesia Merdeka.
2.      Pembukaan Undang-Undang Dasar
3.      Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :
·         Wilayah negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di sekitarnya,
·           Bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan,
·            Bentuk pemerintahan Indonesia adalah Republik,
·         Bendera nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih
·             Bahasa nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.

 


No comments: