Berikut
beberapa ulasan dari sebuah badan khusus pembentukan dari Jepang yaitu BPUPKI
atau kepanjangan dari "Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia" atau dalam baha Jepang disebut dengan "Dokuritsu Junbii
Chōsakai" adalah sebuah badan khusus penyelidik yang dibentuk oleh
pemerintah pendudukan tentara jepang pada tanggal 1 Maret 1945
bertepatan dengan hari ulang tahun caesar hirohito. Badan ini dibentuk
sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa kita yaitu bangsa indonesia
yang tercinta ini dengan menjanjikan bahwa negara jepang akan
membantu proses kemerdekaan bangsa indonesia. BPUPKI sendiri beranggotakan 62
orang yang diketuai oleh beberapa tokoh di indonesia dan orang jepang
yaitu Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase
Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di
luar anggota BPUPKI sendiri, juga dibentuk sebuah Badan Tata Usaha
(sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin
oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakilnya Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo
dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri
itu adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan
aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan
dalam usaha pembentukan dan mewujudkan negara Indonesia merdeka.
Tanggal 7 Agustus 1945, Negara Jepang membubarkan BPUPKI, dan
kemudian membentuk yang namanya Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang itu sendiri bernama Dokuritsu
Junbi Inkai, dengan beranggotakan 21 orang, sebagai upaya untuk
mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia Belanda yang
terdiri dari 12 orang asal Jawa, 3 asal Sumatera, 2 asal Sulawesi,
1 asal Kalimantan, 1 asal Sunda Kecil Nusa Tenggara,1
asal Maluku, dan 1 orang asal etnis Tionghoa. BPUPKI ini resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret
1945 yang bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang
Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman
Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua ditunjuk sebagai ketua BPUPKI
dengan didampingi oleh (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan
Ichibangase Yosio (orang Jepang).
Pada waktu kekalahan Jepang dalam
perang Pasifik oleh sekutu ini nampaknya semakin jelas saat itu , karena para tokoh jepang seperti Perdana
Menteri (PM) Jepang dan Jenderal Kuniaki Koiso pada tanggal 7
September 1944 mulai mengumumkan kepada indonesia bahwa Indonesia nantinya akan dimerdekakan oleh jepang. setelah kemenangan akhir perang Asia Timur Raya. Dengan cara seperti ini, Jepang
berharap Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai
penyerbu negara mereka atau dengan tujuan mengadu domba, sehingga pada
tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer
Jepang di pulau Jawa yaitu Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan
dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan
kemerdekaan negara Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau didalam bahasa Jepang
itu sendiri bernama Dokuritsu Junbi Cosakai.
Selain menjadi wakil ketua, selain
itu Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI
( sekretariat) dan dibantu oleh Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar
Pringgodigdo. BPUPKI itu sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari 62
orang anggota aktif yaitu tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari
semua daerah dan aliran, dan 7 orang anggota istimewa adalah
perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari
bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara dan dikatakan keanggotaan
mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI
sebagai pengamat.
Tanggal
28 Mei 1945, BPUPKI mengadakan upacara pelantikan sekaligus seremonial
pembukaan. Lama persidangan BPUPKI pertama kalinya di adakan di gedung Chuo
Sangi In, yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung
Volksraad (dari bahasa Belanda), Volksraad ini sendiri seperti lembaga "Dewan
Perwakilan Rakyat Hindia Belanda" pada masa kolonial Belanda), sampai
saat ini gedung tersebut dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila, yang
berlokasi di Jalan Pejambon 6 Jakarta. Tetapi persidangan resminya sendiri
(masa persidangan BPUPKI yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru
dimulai lagi pada keesokan harinya, yaitu pada tanggal 29 Mei 1945, berlangsung
sampai tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan membahas bentuk negara Indonesia,
filsafat negara "Indonesia Merdeka" dan merumuskan dasar
negara Indonesia. Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan
BPUPKI yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPKI dan juga dua orang
pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal
Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal
Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu
sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh
anggota BPUPKI saja.
Sebelumnya
agenda sidang diawali dengan membahas pandangan negara mengenai bentuk negara
Indonesia, yakni berbentuk "Negara Kesatuan Republik Indonesia"
("NKRI"), kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan
konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPKI harus
merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai
isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri,
karena Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam
masa persidangan BPUPKI yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga
orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya
tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut :
1. Sidang 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad
Yamin, S.H. mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara
Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri
Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
2. Sidang 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo
mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik
Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka",
yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Mufakat dan Demokrasi; 4. Musyawarah;
dan 5. Keadilan Sosial”.
3. 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan
gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang
dinamakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2.
Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4.
Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Gagasan
mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan
oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila",
masih menurut dia bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila
ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1.
Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”.
Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas
kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu
merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini merupakan upaya dari Bung Karno dalam
menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik
Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka
"satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa
persidangan BPUPKI yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik
lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari
lahirnya Pancasila.
Pidato
dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPKI yang
pertama, setelah itu BPUPKI mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau
istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan,
dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan
"Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas
untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPKI mengenai dasar negara
Republik Indonesia.
Sampai
akhir dari masa persidangan BPUPKI yang pertama, masih belum ditemukan titik
temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang
benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut
di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang
telah dikemukakan oleh para anggota BPUPKI itu.
Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia
Sembilan" ini adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno (ketua)
2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
(anggota)
4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
8. Haji Agus Salim (anggota)
9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
Setelah
melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan
(pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak
"Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan"
kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang
kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta
Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah
"Gentlement Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia
Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang
dipimpinnya kepada anggota BPUPKI berupa dokumen rancangan asas dan tujuan
"Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta"
itu.
Menurut
dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Rancangan
itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPKI yang
kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara dua masa
persidangan resmi BPUPKI itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang
dihadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri
oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa
Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian
dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPKI yang kedua (10 Juli-17
Juli 1945).
TRIK SULAP ROKOK
TRIK SULAP ROKOK
Sidang resmi kedua
Masa
persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga
tanggal 14 Juli 1945. Agenda sidang BPUPKI kali ini membahas tentang wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan
Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta
pendidengajaran. Pada persidangan BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI
dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk
itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh
Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno
Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad
Hatta).
Pada
tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang
diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di
bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar,
yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut :
1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia
kecil)
2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo
(anggota)
4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
6. Haji Agus Salim (anggota)
7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)
Pada
tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang
diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya,
yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang
beranggotakan 7 orang tersebut.
Pada
tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima laporan panitia Perancang
Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir.
Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang
Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :
1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka.
2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang
kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya
meliputi :
·
Wilayah
negara Indonesia adalah sama dengan bekas wilayah Hindia Belanda dahulu,
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah
Serawak di negara Malaysia, serta wilayah negara Brunei Darussalam), Papua,
Timor-Portugis (sekarang adalah wilayah negara Timor Leste), dan pulau-pulau di
sekitarnya,
·
Bentuk negara
Indonesia adalah Negara Kesatuan,
·
Bentuk
pemerintahan Indonesia adalah Republik,
·
Bendera
nasional Indonesia adalah Sang Saka Merah Putih
·
Bahasa
nasional Indonesia adalah Bahasa Indonesia.
Konsep
proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan
mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep
Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam
Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta
sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara
Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter"
pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksion yang sedikit berbeda.
No comments:
Post a Comment